Breaking News

Bikin ‘Tepuk Jidat” Rapat Paripurna, Kursi Anggota DPRD Nyaris Kosong


CILACAP FAKTA. Pesta Demokrasi Pemilu Serentak 17 April telah menyelesaikan tahap pemungutan suara. Meski demikian, hajat demokrasi bersejarah ini tetap hangat dipergunjingkan oleh hampir semua warga masyarakat terutama terkait dengan hitungan perolehan suara.

Yang cukup menyita perhatian media adalah, di Cilacap sehari setelah pencoblosan, Kamis (18/4) digelar Rapat Paripurna tentang Rekomendasi DPRD Kabupaten Cilacap terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Cilacap Tahun 2018. Namun agenda rapat ini menyuguhkan pemadangan yang bisa membuat siapapun ‘menepuk jidat’ saat melihatnya.



Sebab, mayoritas kursi untuk para ‘Yang Terhormat’ ini kosong, hanya ada segelintir anggota dewan saja yang hadir. Selebihnya, tidak diketahui keberadaannya. Bahkan, di barisan tengah kursi rapat di ruang Sidang Paripurna DPRD Cilacap ini tak kosong mlompong, tak satupun ada yang menduduki. Anggota dewan yang ada membaur dengan para kepala dinas Pemkab Cilacap. Sedangkan di bagian depan kursi pimpinan, tampak Bupati Tato Suwarto Pamuji, Wabup Syamsul Aulia Rachman, Ketua DPRD Taswan dan dibarisan kedua tampak Sekda Farid Ma’ruf.



Terkait banyaknya kursi yang kosong dalam rapat paripurna LKPJ Bupati Cilacap tersebut, Ketua DPRD Cilacap Taswan menolak memberikan komentarnya. Saat sejumlah awak media memburunya usai rapat, Taswan memilih meninggalkan gedung dewan dengan mobil dinasnya.

Spekulasi muncul, jika mayoritas anggota DPRD Cilacap yang hari ini tidak menghadiri rapat paripurna diduga belum ‘move on’ masih sibuk dengan urusan Pemilu Serentak. Apalagi, sebagian besar dari anggota dewan ini kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, baik di DPRD Cilacap, Provinsi maupun DPR RI.

Sebelumnya dalam rapat paripurna tersebut, anggota Pansus 34 DPRD Cilacap Aris Darmawan mengungkapkan soal dugaan penyaluran alokasi dana untuk program pembangunan Rumah Tak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Cilacap yang terdapat penyimpangan.

“Distribusi RTLH belakangan menjadi perbincangan hangat di masyarakat luas. Mulai dari optimalisasi pemilihan penerima bantuan yang masih belum tepat sasaran, teknis pelaksanaan dan besarannya nilai bantuan.  Di lapangan seringkali tidak sesuai dan disinyalir banyak penyimpangan” jelas dia.

Ia mencontohkan, dari dana anggaran pemerintah Rp 10 juta yang dialokasikan untuk tiap rumah, hanya diterima yang berhak kisaran Rp 6 -  8 juta saja. Oleh karenanya ia menuntut agar Pemkab tegas dan berani mengungkap segala bentuk tindakan dugaan penyimpangan sehingga pelaksanaan program RTLH berjalan sesuai harapan. *za

No comments